welcome :D

ini punya muti.. ^^

Senin, 06 Juni 2011

disela-sela padatnya tugs dan ujian =P

Mutiara bilang cinta

Sampe detik di postingkannya tulisan ini saya masih absurd dengan kata-kata “cinta”. Yap, si one word which can make people feel falling ini bisa dibilang metafisik sih, nggak ada bendanya tapi banyak orang mengakuinya, nggak bisa diraba tapi bisa dirasakan, juga nggak bisa terlihat secara kasat mata tapi terwakilkan oleh wujud yang lainnya. Seseorang sering bilang sama saya bahwa cinta itu adalah anugerah Tuhan, dan itu cukup membuktikan bahwa cinta itu metafisik. Tuhan adalah suatu dzat yang tidak nampak tetapi sangat terasa kekusaannya dengan adanya alam semesta beserta makhluk-makhluk ciptaannya, dan manusia meyakini bahwa Tuhan itu ada. Begitu pula dengan cinta, cinta adalah suatu hal yang diberikan Tuhan kepada manusia yang sama sekali tidak terlihat, tidak teraba tetapi bisa dirasakan. 

Sekedar mau share dan mereview materi Psikologi Perkembangan II yang kebetulan ada subbab yang bercerita mengenai cinta, jadi saya sambung-sambungin aja.. hehehehe.. 

Menurut Zick Rubin, mencintai yaitu melibatkan proses menjadi dekat dengan seseorang, termasuk ketergantungan, orientasi yang cenderung selfless terhadap seseorang dan kualitas penerimaan atau penyerapan serta ekslusifitas. 

Ellen Berscheid membagi cinta ke dalam 2 bentuk, yaitu : 

1.Romantic/Passionate Love 
Cinta jenis ini mengandung komponen seksual dan gairah/hasrat, pada umumnya ada pada awal hubungan cinta. Atau bisa dikatakan when we say that we are “in love”with someone. Dalam konsep Psikoanalisis, cinta jenis ini sering disebut dengan istilah eros.

2.Affectionate/Companionate Love 
Adalah tipe cinta yang terjadi ketika hasrat individu untuk berada dekat orang lain dan melibatkan perasaan yang dalam dan sayang terhadap orang tersebut (Santrock, 1995). 

Triangular Theory (Sternberg) 3 bentuk utama cinta : 
1.Hasrat (Passion) -> ketertarikan secara fisik dan seksual terhadap orang yang kita cintai. 
2.Intimasi -> perasaan emosional yang berisi kehangatan, kedekatan, dan berbagi sebuah hubungan. 
3.Komitmen -> penilaian kognitif terhadap suatu hubungan dan niat untuk memelihara/menjaga suatu hubungan bahkan ketika sedang bermasalah. 
Dari ketiga bentuk cinta tersebut yang ada secara penuh dalam sebuah hubungan maka terbentuklah Consummate Love atau cinta yang sempurna. 

Yak, cinta, cinta, dan cinta.. Ternyata hidup manusia juga nggak bisa lepas dari cinta, seperti teman-teman saya di Facebook yang sering banget update tentang percintaannya. Hehehe.. Bukan maksud buat menyinggung teman-teman loohhh yaa.. tapi bagi saya sih cinta itu nggak mesti diumbar dimana-mana, bukan untuk dikonsumsi publik lah... hahahaha (curcol.. :p).  

Well, cinta itu universal, bukan hanya sebatas perasaan pada lawan jenis saja. Kita juga nggak boleh terlarut dalam cinta dengan lawan jenis, ada cinta yang harus lebih kuat lagi dibandingkan dengan cinta terhadap lawan jenis yaitu cinta terhadap yang menciptakan dan memberikan anugerah berupa cinta tersebut, Tuhan kita.  

Dalam Islam, cinta kepada Allah SWT. adalah cinta yang haqiqi, cinta yang sebenar-benarnya cinta, cinta yang kekal karena Allah lah yang menciptakan kita, yang lebih dekat dibanding urat nadi kita. Jadi cinta kepada Allah SWT adalah cinta yang menduduki tingkat tertinggi sebelum jenis-jenis cinta yang lainnya.  

Tingkatan Cinta dalam Islam : 
1.Cinta yang haqiqi kepada Allah SWT. 
2.Cinta kepada Rasulullah. 
3.Cinta kepada jihad (disampaikan oleh dakwah). 
4.Cinta kepada orang tua. 
5.Cinta kepada seseorang karena Allah (Q. S. Ali Imran : 31)

parahhh.... cekidot...

Yogyakarta, Friday 2011-06-03


Kayaknya udah dua kali lihat anak SMA pacaran dengan santainya mesra-mesraan di depan umum, tepatnya di tempat makan.. Apa memang yang berkesan cuma dua kali itu ya, entahlah mungkin karena ‘nonton’nya bareng temen-temen kali ya, jadi agak-agak rame lah ‘nonton’nya..hehe.. Well, istilah jaman sekarangnya mah ABABIL alias ABg laBIL mungkin urat malunya udah putus kali ya, berani amat mempertontonkan kemesraan gaya pacaran mereka di depan umum.. Saya rasa sama halnya dengan kedua adegan yang pernah saya lihat tersebut, kebanyakan gaya pacaran anak muda jaman sekarang lebih vulgar.. Dan parahnya mereka memasang tampang innocent yang seakan ngga terjadi apa-apa diantara mereka, lain halnya dengan kita-saya dan teman-teman yang risih melihat mereka dengan cueknya sayang-sayangan.. malahan salah satu teman saya ada yang sempat meledek mereka, tapi apa reaksi mereka saudara-saudarrraaa..... cuek kayak bebek... hahahahahahaha... malah makin jadi.. ckckckckckck.

Minggu, 15 Mei 2011

tugas psd 3, wawancara.. saya harus cari anak sd yg model begini nih... cekidot :

GANGGUAN BELAJAR

   
DEFINISI
Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.
PENYEBAB
Meskipun penyebab gangguan belajar tidak sepenuhnya dimengerti. Mereka termasuk kelainan pada proses dasar yang berhubungan dalam memahami atau menggunakan ucapan atau penulisan bahasa atau numerik dan pertimbangan ruang. Diperkirakan 3 sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar. Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.
GEJALA
Anak kecil kemungkinan lambat untuk mempelajari nama-nama warna atau huruf, untuk menyebutkan kata-kata untuk objek yang dikenal, untuk menghitung, dan untuk kemajuan pada awal keahlian belajar lain. Belajar untuk membaca dan menulis kemungkinan tertunda. Gejala-gejala lain dapat berupa perhatian dengan jangka waktu yang pendek dan kemampuan yang kacau, berhenti bicara, dan ingatan dengan jangka waktu yang pendek. Anak tersebut bisa mengalami kesulitan dengan aktifitas yang membutuhkan koordinasi motor yang baik, seperti mencetak dan mengkopi. Anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan komunikasi. Beberapa anak mulanya menjadi frustasi dan kemudian mengalami masalah tingkah laku, seperti menjadi mudah kacau, hiperaktif, menarik diri, malu, atau agresif.
DIAGNOSA
Anak yang tidak membaca atau belajar pada tingkatan yang diharapkan untuk kemampuan verbal atau kecerdasan harus dievaluasi. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan harus dijalankan, karena masalah pikiran sehat ini bisa juga berhubungan dengan keahlian membaca dan menulis. Dokter meneliti anak tersebut untuk berbagai gangguan fisik. Anak tersebut melakukan rangkaian tes kecerdasan, baik verbal maupun non verbal, dan tes akademik pada membaca, menulis, dan keahlian aritmatik.
PENGOBATAN
Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.
Gangguan belajar adalah defisiensi pada kemampuan belajar sepesifik dalam konteks
Tipe-tipe Gangguan Belajar
- Gangguan Matematika
Gangguan Metematika menggambarkan anak-anak dengan kekurangan kemampuan aritmatika.
- Gangguan Menulis
Gangguan Menulis mengacu pada anak-anak dengan keterbatasan kemampaun menulis
- Gangguan Membaca ( disleksia )
Gangguan Membaca –disleksia- mengacu pada anak-anak yang memiliki perkembangan ketrampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan.
Perspektif Teoritis
Penyebab gangguan belajar cenderung terfokus pada masalah-masalah kognitif-perseptual dan kemungkinan faktor-faktor neorologis yang mendasarinya. Banyak anak dengan gangguan belajar memiliki masalah dengan persepsi visual dan auditori.
Intervensi gangguan belajar
Intervensi-intervensi untuk gangguan belajar umumnya menggunakan perspektif berikut (Lyon & Moats,1988)
1. Model Psikoedukasi
Menekankan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-preferensi anak daripada usaha untuk mengoreksi definisi yuang diduga mendasarinya.
2. Model Behavioral
Mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun diatas hierarki ketrampilan-ketrampilan dasar, atau “perilaku yang memampukan (enabling behaviours).”
3. Model Medis
Mengasumsikan bahwa gangguan belajar merupakan simtom-simtom dari defisiensi dalam pengolahan kognitif yang memiliki dasar biologis.
4. Model neuropsikologi
Berasal dari model psikoedukasi dan medis, diasumsikan bahwa gangguan belajar merefleksikan deficit dalam pengolahan informasi yang memiliki dasar biologis (model medis).
5. Model lingguistik
Berfokus pada defisiensi dasar dalam bahasa anak, seperti kegagalan untuk mengenali bagaimana suara-suara dan kata-kata saling dikaitkan untuk menciptakan arti, yang akan menimbulkan masalah dalam membaca, mengeja, dan menemukan kata-kata untuk mengekspresikan diri mereka.
6. Model kognitif
Berfokus pada bagaimana anak-anak mengatur pemikiran-pemikiran mereka ketika mereka balajar materi-materi akademik.
Jenis jenis Gangguan Belajar/Learning Disorders (LD):
Gangguan membaca (Disleksia)
Gangguan matematik (Diskalkulia)
Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
Gangguan belajar lainnya / tidak spesifik
1. Gangguan Membaca (Disleksia):
Adalah ketrampilan membaca yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak.Ciri khasnya: gagal dalam mengenali kata-kata, lambat & tidak teliti bila membaca, pemahaman yang buruk.∑ 4% dari anak usia sekolah di AS∑ anak laki-laki 3-4 kali > anak perempuanGangguan. emosi & perilaku yang sering menyertai: - ADHD, Conduct disorder, & depresi (remaja)
2. Gangguan Matematik (diskalkulia)
Adalah ketrampilan matematik yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anakCiri khasnya adalah kegagalan dalam ketrampilan :
- linguistik (memahami istilah matematika, mengubah soal tulisan ke simbol matematika),
- perseptual (kemampuan untuk memahami simbol dan mengurutkan kelompok angka)
- matematik (+/-/x/: dan cara mengoperasikannya)
- atensional (mengkopi bentuk dengan benar, mengoperasikan simbol dengan benar)
- Prevalensi ± 5% anak usia sekolah
- Anak perempuan > anak laki-laki
- Biasanya disertai gangguan belajar yang lain
- Kebanyakan terdeteksi ketika berada di kelas 2 dan 3 SD (6-8 th)
3. Gangguan Menulis Ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
Adalah ketrampilan menulis yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anakBanyak, ditemukan kesalahan dalam menulis dan penarnpilan tulisan yang buruk (cakar ayam). Biasanya sudah tampak sejak kelas 1 5DRasa frustrasi, marah oleh karena kegagalan dalam prestasi akademik menyebabkan munculnya gangguan depresi yang kronis. Bagaimana
Deteksi Dini Gangguan Belajar pada Anak
Gangguan belajar pada anak penting untuk dideteksi sejak dini. Hal ini karena gangguan belajar dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku anak. Perilaku anak dengan gangguan belajar dapat diamati saat di kelas. Anak biasanya tidak dapat duduk tenang di tempatnya, lambat menyelesaikan tugas atau bahkan tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini sebetulnya merupakan bentuk penghindaran dari mengerjakan tugas yang dirasanya sulit.
Perkembangan anak sejak kecil juga bisa merupakan pertanda kemungkinan terjadinya gangguan belajar pada usia sekolah dasar. Anak dengan keterlambatan bicara (belum bisa mengucapkan kalimat sederhana di usia 2 tahun), bisa merupakan faktor prediksi terjadinya gangguan belajar. Gangguan koordinasi motorik, terutama pada usia menjelang taman kanak-kanak, juga bisa menjadi faktor prediksi terjadinya gangguan belajar.
Jika orang tua atau guru melihat tanda-tanda adanya gangguan belajar pada anak, perlu segera dikonsultasikan kepada dokter. Pertama kali dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Karena seringkali gangguan pada penglihatan dan pendengaran juga dapat mengganggu kemampuan belajar anak. Pemeriksaan psikologis seperti tingkat kecerdasan (tes IQ), juga perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tingkat kecerdasan yang kurang, seperti pada retardasi mental. Selain itu, diperiksa juga kemungkinan adanya gangguan jiwa lain seperti autisme, gangguan pemusatan perhatian dan perilaku, atau gangguan kecemasan.
Cara Membantu Anak Mengatasi Gangguan Belajar, Tips Bagi Orang Tua
Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali akan menunjukkan gangguan perilaku. Hal ini bisa berdampak pada hubungan pasien dengan orang-orang di sekitarnya (keluarga, guru dan teman-teman sebaya). Untuk itu anak perlu didampingi untuk menghadapi situasi ini.Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat dengan anak. Dengan demikian, peran orang tua sangat penting untuk mengenali permasalahan apa yang dialami anak. Selain itu, penting juga untuk menemukan kekuatan atau kemampuan yang dimiliki anak. Hal ini akan membantu orang tua mendukung anak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri anak. Tugas anak adalah bermain, maka proses belajar pun sebaiknya menjadi proses yang menyenangkan untuk anak. Apalagi pada anak dengan gangguan belajar, penting untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membebani anak. Kenali hal apa yang membuat anak merasa senang. Misalnya, jika anak tersebut menyukai lagu tertentu, ajak anak itu belajar sambil memutarkan lagu tersebut. Ijinkan anak membawa mainan kesayangannya saat belajar. Jika anak senang dengan suatu obyek tertentu, misalnya kereta api, sertakan bentuk kereta api dalam pelajaran. Sebagai contoh, anak dengan gangguan berhitung, saat belajar berhitung dapat digunakan gambar kereta api yang dia senangi.
Anak dengan gangguan belajar juga bisa mengalami perasaan rendah diri karena ketidakmampuannya atau karena sering diejek oleh teman-temannya. Untuk itu, penting bagi orang tua memberikan pujian jika ia berhasil melakukan suatu pencapaian. Misalnya, bila suatu kali anak berhasil mendapat nilai yang cukup baik atau mengerjakan tugas dengan benar, maka orang tua hendaknya memberi pujian pada anak. Hal ini akan memotivasi anak untuk berbuat lebih baik, meningkatkan rasa percaya diri dan membantu anak merasa nyaman dengan dirinya.
Keterlibatan pihak sekolah juga perlu diperhatikan karena sebagian besar waktu belajar anak ada di sekolah. Diskusikan dengan guru kelas mengenai kesulitan dan kemampuan anak dalam belajar. Posisi tempat duduk anak di kelas juga bisa membantu anak untuk lebih berkonsentrasi dalam belajar. Akan lebih baik jika anak duduk di depan kelas sehingga perhatiannya tidak teralih ke anak-anak lain atau ke jendela kelas. Masalah gangguan belajar penting sekali dipahami oleh orang tua dan guru sehingga dapat mendukung dan membantu anak dalam belajar. Jika ditangani dengan tidak benar maka hanya akan menambah permasalahan pada anak. Deteksi dan konsultasi dini pada anak yang diduga mengalami gangguan belajar menjadi faktor penting sehingga anak dapat segera ditangani dengan tepat. Kerja sama antara orang tua, guru dan profesional kesehatan jiwa (psikiater dan psikolog) diperlukan untuk membantu anak menghadapi permasalahan gangguan belajar tersebut.
BERBAGAI JENIS GANGGUAN FISIK DAN PSIKIATRIK YANG BERHUBUNGAN DENGAN TIMBULNYA KESULITAN BELAJAR PADA ANAK
I. GANGGUAN FISIK
Gangguan dalam sistim saraf pusat/otak anak atau organ pendengaran atau organ penglihatan, misalnya oleh karena adanya infeksi baik langsung maupun tidak langsung pada otak, trauma pada otak, penyakit bawaan, gangguan konduksi listrik ( epilepsi ), gangguan metabolic sistemik, dll. Semua ini dapat yang menyebabkan timbulnya disfungsi otak minimal, yang mungkin bermanifestasi dalam berbagai bentuk gangguan psikiatrik, di antaranya ialah kesulitan belajar.
II. GANGGUAN PSIKIATRIK
v Retardasi Mental Kondisi ini ditandai oleh tingkat kecerdasan anak yang berada di bawah rata-rata. Anak akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari sebagaimana anak seusianya, seperti mengurus dirinya sendiri, melakukan pekerjaan rumah atau berinteraksi dengan lingkungannya. o Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktivitas. Ciri utama dari gangguan ini adalah kesulitan anak untuk memusatkan perhatian-nya yang timbul pada lebih dari satu situasi, misalnya di rumah, di sekolah dan di dalam kendaraan, dll, dapat disertai atau tidak disertai dengan hiperaktivitas. Gangguan ini disebabkan oleh adanya kelainan fungsi inhibisi perilaku dan kontrol diri. Anak tidak mampu untuk berkonsentrasi pada satu pekerjaan tertentu, dan merencanakan tujuan dari pekerjaan tersebut. Ia tidak mampu menyusun langkah-langkah dalam usaha untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian ia akan mengalami kesulitan dalam menyimak pelajaran yang diberikan gurunya, dan akhirnya ia tidak mengerti apa yang diterangkan oleh gurunya itu. Gangguan Tingkah Laku Pada anak yang mengalami gangguan ini seringkali dikatakan sebagai anak nakal, sulit diatur, suka melawan, sering membolos dan berperilaku antisosial, dll. Anak dengan Gangguan Tingkah Laku ini seringkali mempunyai prestasi akademik di bawah taraf yang diperkirakan. Kesulitan belajar yang terjadi dikarenakan anak sering membolos, malas, motivasi belajar yang kurang, kurang disiplin, dll.
v Gangguan Depresi Seorang anak yang mengalami Gangguan Depresi akan menunjukkan gejala- gejala seperti :
· Perasaan sedih yang berkepanjangan
· Suka menyendiri
· Sering melamun di dalam kelas/di rumah
· Kurang nafsu makan atau makan berlebihan
· Sulit tidur atau tidur berlebihan
· Merasa lelah, lesu atau kurang bertenaga
· Merasa rendah diri
· Sulit konsentrasi dan sulit mengambil keputusan
· Merasa putus asa
· Gairah belajar berkurang
· Tidak ada inisiatif, hipo/hiperaktivitas Anak dengan gejala-gejala depresi akan memperlihatkan kreativitas, inisiatif dan motivasi belajar yang menurun, dengan demikian akan menimbulkan kesulitan belajar sehingga membuat prestasi belajar anak menurun hari demi hari.
DAMPAK KESULITAN BELAJAR
elajar merasa lebih terpojok
n Kesulitan belajar yang terjadi pada seorang anak tidak hanya berdampak bagi pertumbuhan dan perkembangan anak saja, tetapi juga berdampak dalam kehidupan keluarga dan juga dapat mempengaruhi interaksi anak dengan lingkungannya. Sistim keluarga dapat mengalami disharmoni oleh karena saling menyalahkan di antara ke dua orang tua. Orang tua merasa frustrasi, marah, kecewa, putus asa, merasa bersalah atau menolak, dengan kondisi ini justru membuat anak dengan kesulitan belajar merasa lebih terpojok lagi. Anak dengan kesulitan belajar seringkali menuding dirinya sebagai anak yang bodoh, lambat, berbeda dan keterbelakang. Mereka menjadi tegang, malu, rendah diri dan berperilaku nakal, agresif, impulsif atau bahkan menyendiri/menarik diri untuk menutupi kekurangan pada dirinya. Seringkali mereka tampak sulit berinteraksi dengan teman-teman sebayanya, dan lebih mudah bagi mereka untuk bergaul dan bermain dengan anak-anak yang mempunyai usia lebih muda dari mereka. Hal ini menandakan terganggunya sistim harga diri anak. Kondisi ini merupakan sinyal bahwa anak membutuhkan pertolongan segera.
MENGENAL GANGGUAN BELAJAR DISKALKULIA & DISGRAFIA
Banyak orang tua langsung menduga anaknya bodoh atau malas ketika melihatnya mengalami kesulitan membaca, berhitung atau mengikuti pelajaran di sekolah. Padahal, bisa jadi si anak mengalami gangguan persarafan.
DISKALKULIA
Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.
CIRI-CIRI
Inilah beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan:
1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.
3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
4. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.
5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.
FAKTOR PENYEBAB
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranya:
1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual
Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.
2. Bermasalah dalam hal mengurut informasi
Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.
3. Fobia matematika
Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.
CARA PENANGGULANGAN
Diagnosa diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya berdasarkan serangkaian tes dan observasi yang valid dan terpercaya. Bentuk terapi atau treatment yang akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan dan tingkat hambatan anak secara detail dan menyeluruh.
Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan kesulitan dalam aspek-aspek lainnya, seperti disleksia. Perbedaan derajat hambatan akan membedakan tingkat treatment dan strategi yang diterapkan. Selain penanganan yang dilakukan ahli, orang tua pun disarankan melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, yaitu:
1. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah atau urutan dari proses keseluruhannya.
2. Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.
3. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
4. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.
5. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.
6. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.
7. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.
8. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.
DISGRAFIA
Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.
Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan.
Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya.
CIRI-CIRI
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
MEMBANTU ANAK DISGRAFIA
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini. Di antaranya:
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
2. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3. Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
4. Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.
Intervensi gangguan belajar
Intervensi-intervensi untuk gangguan belajar umumnya menggunakan perspektif berikut (Lyon & Moats,1988)
1. Model Psikoedukasi Menekankan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-preferensi anak daripada usaha untuk mengoreksi definisi yuang diduga mendasarinya.
2. Model Behavioral Mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun diatas hierarki ketrampilan-ketrampilan dasar, atau “perilaku yang memampukan (enabling behaviours).”
3. Model Medis Mengasumsikan bahwa gangguan belajar merupakan simtom-simtom dari defisiensi dalam pengolahan kognitif yang memiliki dasar biologis.
4. Model neuropsikologi Berasal dari model psikoedukasi dan medis, diasumsikan bahwa gangguan belajar merefleksikan deficit dalam pengolahan informasi yang memiliki dasar biologis (model medis).
5. Model lingguistik Berfokus pada defisiensi dasar dalam bahasa anak, seperti kegagalan untuk mengenali bagaimana suara-suara dan kata-kata saling dikaitkan untuk menciptakan arti, yang akan menimbulkan masalah dalam membaca, mengeja, dan menemukan kata-kata untuk mengekspresikan diri mereka.
6. Model kognitif Berfokus pada bagaimana anak-anak mengatur pemikiran-pemikiran mereka ketika mereka balajar materi-materi akademik.
Tugas utama seorang pelajar adalah belajar. Banyak siswa yang sudah belajar, tetapi kegagalan dalam mengikuti ujian kelihatannya tidak sedikit. Ini mungkin disebabkan system belajar mereka yang kurang tepat.
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberi solusi cerdas teman-teman di dalam menentukan system belajar yang baik.
Disiplin Belajar
Disiplin belajar, dalam arti menentukan program-program belajar dan melaksanakannya sesuai dengan program-program/jadwal yang telah ditentukan. Mungkin teman-teman juga merasakanbahwa ada seribu satu macam gangguan belajar, misalnya melamun, malas, fasilitas tidak memadai, gangguan situasi keluarga, dan lain-lain. Gangguan seperti ini sering menimpa teman-teman sehingga belajar pun terganggu dan alibatnya gagal di dalam ujian. Di sinilah pentingnya disiplin belajar agar dampak-dampak negatif dari gangguan tersebut dapat ditekan semaksimal mungkin.
Pembagian Waktu BelajarJadwal belajar perlu dibuat. Kapan waktu belajar dan pelajaran apa saja yang dipelajari tiap hari. Ada sebagian siswa yang kegiatannya setiap hari ditulis di dalam daftar rencana kerja sampai mendetail dari bangun tidur sampai tidur lagi. Cara ini memang ada baiknya, tetapi ada waktunya kita menemukan kelemahannya. Karena dengan menepati ketentuan yang ada di tabel kita akan menyingkirkan hal-hal lain yang justru merupakan hal-hal yang penting. Lalu bagaimanakah langkah kita dapat menentukan waktu belajar? Untuk itu tentukan saja pelajaran apa saja yang harus dipelajari pada tiap-tiap hari, misalnya tiap hari harus belajar dua atau tiga mata pelajaran. Minimal harus belajar satu kali tiap mata pelajaran dalam satu minggu.
Konsentrasi Belajar
Belajar tanpa konsentrasi tidak akan membuahkan hasil yang diharapkan. Untuk membantu konsentrasi belajar, perhatikan hal-hal di bawah ini.
  1. Sediakan tempat belajar lengkap dengan meja belajar serta penunjang yang lainnya.
  2. Hilangkan hal-hal/sesuatu yang mengganggu. Usahakan agar di atas meja hanya tersedia alat-alat yang diperlukan untuk belajar. Alat lain yang belum dibutuhkan sebaiknya disimpan terlebih dahulu.
  3. Tentukan waktu, misalnya dalam waktu satu jam harus sudah dapat membaca sekian halaman, atau waktu sekian harus sudah dapat memahami satu atau dua bab.
  4. Untuk menambah konsentrasi gunakanlah alat tulis untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dan menggaris bawahi hal yang penting.
  5. Apabila konsentrasi buyar mungkin kejenuhan merupakan salah satu faktor penyebabnya. Untuk itu gantilah membaca buku lain, tapi jika masih belum juga berkonsentrasi, sebaiknya tinggalkan saja meja belajar.
  6. Pakailah hukum 1 X 5 lebih baik daripada 5 X 1. Membaca sedikit dengan cara berulang-ulang lebih baik daripada membaca banyak dalam waktu yang singkat/ satu kali baca.
Proses Belajar
Di dalam membaca buku kita dapat memilih atu dari tiga cara proses belajar berikut ini.
  1. Membaca permulaan sampai akhir dengan berurutan secara langsung.
  2. Membaca dari permulaan sampai akhir dengan cara urut, tetapi waktunya tidak langsung.
  3. Membaca bab-bab yang disukai atau yang dianggap penting saja.

Mengenali masalah gangguan belajar anak dari segi okupasi dan sensori integrasi

Masih banyak sekali tenaga pengajar atau guru di sekolah belum mengetahui masalah sesungguhnya mengapa anak peserta didiknya menjadi “malas”, “tidak mau menulis”, “kurang huruf saat menulis atau membaca”, “tidak konsentrasi” ataupun “tidak mau mendengar”. Sering sekali para tenaga pengajar sangat mudah sekali “mencap” anak sebagi anak yang “nakal”, “malas” ataupun “bodoh”. Tenaga pengajar yang baik atau bijak sana seharnya tidak dapat dengan mudah mencap anak nakal, malas atau bodoh. Akan lebih baik apabila sebelum memberikan cap kepada seorang anak anak terlebih dahulu melihat kepada faktor dari luar dan faktor dari dalam diri anak. Faktor dari luar seperti pola asuh keluarga, lingkungan tempat tinggal dan bermain mungkin dapat kita observasi di lingkungan aslinya ataupun dapat menanyakan langsung kepada orang-orang yang berhubungan dengan anak. Yang paling sulit adalah untuk melihat ataupun memahami faktor dari diri anak, seperti, taraf kecerdasan, masalah visual, persepsi perseptual), dan gerak tubuh (motor).
Visual Banyak anak menunjukkan kesulitan dalam hal oculo-motor control (kontrol otot mata) ketika diasses. Dalam kegiatan yang sederhana yang mengharuskan penggunaan objek, misalnya pensil, anak gagal memberikan respons yang sesuai. Jika kita memahami bahwa penglihatan adalah suatu indra yang dasar dan penting di lingkungan belajar, ketidakmampuan menunjukkan dasar gerakan-gerakan oculo-motor akan memberikan konsekuensi yang signifikan. Kesulitan dalam mengikuti jejak secara horizontal (horizontal tracking) – mempengaruhi kemampuan membaca – dengan kecenderungan melompati kata-kata/baris tertentu, dll. Kesulitan dalam hal memadukan data (convergence) – menyebabkan kelelahan di mata – perhatikan apakah mata sering digosok saat membaca dan juga kemampuan yang kurang baik dalam bermain bola. Gerakan mata yang cepat di antara 2 benda (saccadic) – menyebabkan anak mempunyai kesulitan menyalin dari halaman/papan tulis karena mereka kehilangan titik / tempat acuan / referensi.
Perceptual Dapat didefinisikan bukan hanya sebagai apa yang dilihat tetapi bagaimana otak kita menginterpretasikan apa yang kita lihat. Kesulitan yang paling umum ditemukan adalah dalam bidang visual figure – tugas yang mengharuskan anak menemukan bentuk tertentu yang tersembunyi dalam latar belakang dan dapat diasosiasikan dengan pengamatan ‘melihat’ tetapi tidak memperhatikan.
Ingatan visual yang kurang baik (jangka pendek) sering mengindikasikan kesulitan dalam membaca, terutama di mana metode membaca tertentu digunakan (‘slight’ method of reading). Anak sering gagal mengenali kata baru padahal dia baru saja membacanya di 2 – 3 baris sebelumnya. Pada anak yang lebih kecil, sering juga terjadi keterbalikan membaca yang umum – p, b, d; saw menjadi was, dsb.
Karenanya, dari beberapa faktor di atas ini dapat dilihat bahwa membaca dapat menjadi masalah dan sering mengakibatkan perilaku menghindar (avoidance behaviours).
Anak usia 8 tahun keatas seringkali menunjukkan faktor-faktor lain yang pada dasarnya penting untuk perkembangan berikutnya. Dengan kata lain anak seumur ini diharapkan dapat melakukan ……….. Dua bidang yang signifikan adalah adanya ketetapan bentuk (form constancy) dan daya ingat urutan visual (visual sequential memory) (jangka panjang). Agar dapat melengkapi tes yang mencakup dua hal tersebut, diperlukan kemampuan kognitif yang lebih tinggi karena jawaban tidak tercantum secara jelas pada teks.
Kesulitan dalam bidang-bidang ini sering mempengaruhi bidang lain :
Bahasa (language) – pada umumnya anak tidak dapat melengkapi tes komprehensif di mana jawaban harus diperoleh melalui pengambilan kesimpulan (inference). Matematika – anak mungkin menunjukkan kemampuan dalam hal tugas penambahan, dsb. Tetapi tidak dapat mengintrepretasikan jika sudah ditulis dalam bahasa rumus tertentu. Keterampilan sosial – secara sosial, anak mengalami kesulitan memahami peraturan dalam permainan, dan pengertian dari isyarat non-verbal. Pada prakteknya, Occupational Therapist dan Speech Pathologist bekerjasama dengan anak memberikan terapi bahasa dan proses visual. Kesulitan menulis juga dapat dihubungkan dengan bidang ini. Anak-anak mengalami kesulitan dalam melihat kesamaan antar huruf dan cenderung melihat setiap huruf sebagai karakter yang berdiri tersendiri. Misal : b d f h l t semuanya memiliki punggung yang tegak. Selain itu, dalam menulis halus juga terdapat masalah karena ketidakmampuan anak mendeteksi sambungannya. Secara luas, kesemua hal di atas ini konsisten dengan yang dianggap sebagai executive function (E.F) yang disebut-sebut dalam literatur (CHADD Conf. Oktober 99).
Motor
Dua pola umum seringkali ditemui saat assessment :
1. Kebingungan antara Kiri-Kanan (L-R Confusion) atau kebingungan menetap dalam menggunakan dua tangan secara bersamaan (persistence of ambidexterity hand confusion).
Anak-anak dengan masalah ini lebih cenderung mengalami kesulitan belajar. Di samping itu, mereka juga akan mengalami kesulitan dengan kegiatan yang memerlukan 2 tangan, misal : mengendalikan halaman, membuat stabil kertas dengan tangan yang tidak dominan.
2. Motor Dyspraxia – ketidakmampuan mengorganisasikan / mengurutkan ketrampilan motorik, misal : lari, lompat, menangkap bola. Anak dengan tipe ini lebih cenderung ’kikuk’ / ’ceroboh’ (clumsy) dan mempunyai kesulitan di bidang motorik kasar dan halus.
Penanganan dan Strategi
Karena kemampuan fungsi kurang bekerja dengan baik, terapi dilihat sebagai mengajarkan dan memperkuat strategi sebagai kompensasi. Bagi kebanyakan dari kita, secara otomatis kita menggunakan alat bantu atau strategi yang dapat meningkatkan atau mengurangi frustasi kita dalam rangka meningkatkan hasil kerja. Kita sekarang tahu bahwa sangat sering populasi ini mempunyai kesulitan mengevaluasi hasil kerja. Keadaan ini sering memberi pengaruh yang nyata dalam hal bagaimana tugas-tugas diajarkan dan strategi diaplikasikan karena anak-anak ini cenderung lebih merupakan pemikir yang harafiah dan konkret. Karena itu mereka memerlukan :
1. Tingkatan atau derajat reinforcement yang tinggi dan spesifik dengan tugas yang dilakukan.
2. Instruksi yang spesifik. Saya ingin mata kamu melihat ke mata saya. Bila instruksinya hanya “Lihat Saya“, respons yang diberikan anak kemungkinan tidak seperti yang diharapkan.
3. Reinforcement verbal harus spesifik tugas – “bagus cara kamu menggerakkan bahu dan siku” dibandingkan dengan komentar seperti ‘anak baik’ (‘good boy’ atau ‘good girl’).
4. Langkah-langkah untuk mencapai keterampilan tertentu / penguasaan harus dibagi menjadi langkah kecil dan bertambah sedikit demi sedikit.
5. Pengulangan
6. Konsekuensi – coba lagi – dimana anak diperkenalkan dengan konsep kendali mutu (quality control), misal menggunakan skate board melalui halangan-halangan, kalau sampai ada yang tertabrak mulai lagi dari awal.
7. Memberikan reinforcement / penguat respons yang hampir benar dalam melakukan tugas, misal : “Wow, hebat ya kantongnya masuk karena kamu pakai matamu untuk melihat!“
Tujuan penggunaan strategi adalah untuk mencapai sukses dalam mengerjakan tugas yang akan berdampak pada rasa percaya diri anak. Kesulitan yang dihadapi sifatnya sering membuat anak merasa kewalahan dan frustasi sehingga menyebabkan anak menyerah dan atau belajar untuk merasa tak berdaya. Untuk anak-anak dengan gangguan spektrum autisme, assassment tidak selalu sukses karena tergantung dari derajat minat anak atau perilaku dan juga hal-hal lain yang mungkin dapat ditentukan saat sesi observasi dalam terapi. Strategi yang digunakan untuk terapi tetap sangat cocok, tetapi anak pada awalnya perlu lebih banyak struktur untuk membantu mengatasi kesulitan dalam bidang bahasa dan pemahaman. Akhirnya, dengan memahami penyebab dasar masalah, kita memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas terapi dan remediasi.
1. Apa yang dimaksud dengan disleksia?
Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata ”dys” yang berarti kesulitan, dan kata ”lexis” yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti ” kesulitan dalam berbahasa.” Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain. Kesulitan membaca pada anak disleksia tidak sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun motivasi yang dimiliki untuk kemampuan membaca dengan lancar dan akurat, karena anak disleksia biasanya mempunyai lebel intelegensi yang normal bahkan sebagian di antaranya di atas normal. Disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, yang ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat / akurat, dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode simbol.
Ada juga ahli yang mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi cara kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalain gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.
Menurut Jovita Maria Ferliana (dalam pengantar Living with Dyslexia, 2007), penderita disleksia sebenarnya mengalami kesulitan membedakan bunyi fonetik yang menyusun sebuah kata. Mereka bisa menangkap kata-kata tersebut dengan indera pendengarnya. Namun, ketika harus menuliskannya dengan huruf-huruf yang mana saja. Dengan demikian, dia juga kesulitan menuliskan apa yang ia inginkan ke dalam kalimat-kalimat panjang yang akurat.
2. Disleksia dan otak kita.
Tahun 1891 Dejerine telah melaporkan bahwa proses membaca diatur oleh bagian khusus dari sistem saraf manusia yaitu di bagian belakang otak. Pada tahun 1896, British Medical Journal melaporkan artikel dari Dr. Pringle Morgan, mengenai seorang anak lelaki berusia 14 tahun bernama Percy yang pandai dan mampu menguasai permainan dengan cepat tanpa kekurangan apapun dibandingkan teman-temannya yang lain namun Percy tidak mampu mengeja, bahkan mengeja namanya sendiri.
Beberapa teori mengemukakan penyebab disleksia. Selikowitz (1993) mengemukakan beberapa penyebab utama disleksia. Selikowitz membagi pada dua keadaan penyebab secara umum, yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetis, yaitu dari garis keturunan orangtuanya (tidak harus orangtua langsung, bisa dari kakek-nenek atau buyutnya).
Penelitian terkini menunjukkan bahwa terdapat anatomi antara otak anak disleksia dengan anak normal, yakni di bagian temporal-parietal-oksipitalnya (otak bagian samping dan bagian belakang). Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging yang dilakukan untuk memeriksa otak saat dilakukan aktivitas membaca ternyata menunjukkan bahwa aktivitas otak individu disleksia jauh berbeda dengan individu biasa terutama dalam hal pemprosesan input huruf/kata yang dibaca lalu ”diterjemahkan” menjadi suatu makna.
4. Diagnosis Disleksia pada Anak
Tidak ada satu jenis tes pun yang khusus atau spesifik untuk menegakkan diagnosis disleksia. Diagnosis disleksia ditegakkan secara klinis berdasarkan cerita dari orang tua, observasi dan tes psikometrik yang dilakukan oleh dokter anak atau psikolog. Selain dokter anak dan psikolog, profesional lain seyogyanya juga terlibat dalam observasi dan penilaian anak disleksia yaitu dokter saraf anak (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan neurologis), audiologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan pendengaran), opthalmologis (mendeteksi dan menyingkirkan adanya gangguan penglihatan), dan tentunya guru sekolah.
Anak disleksia di usia pra sekolah menunjukkan adanya keterlambatan berbahasa atau mengalami gangguan dalam mempelajari kata-kata yang bunyinya mirip atau salah dalam pelafalan kata-kata, dan mengalami kesulitan untuk mengenali huruf-huruf dalam alphabet, disertai dengan riwayat disleksia dalam keluarga. Keluhan utama pada anak disleksia di usia sekolah biasanya berhubungan dengan prestasi sekolah, dan biasanya orang tua ”tidak terima” jika guru melaporkan bahwa penyebab kemunduran prestasinya adalah kesulitan membaca. Kesulitan yang dikeluhkan meliputi kesulitan dalam berbicara dan kesulitan dalam membaca.
• Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.
Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
Huruf tertukar-tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar ’z’
Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat.
Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (“menulis” dibaca sebagai “tulis”).
Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataanyang tidak pernah dijumpai.
tertukar-tukar kata (misalnya : dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat padat, mana-nama).
Daya ingat jangka pendek yang buruk
Kesulitan memahami kalimat yang dibaca atau pun yang didengar
Tulisan tangan yang buruk
Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
Kesulitan dalam mengingat kata-kata
Kesulitan dalam diskriminasi visual
Kesulitan dalam persepsi spatial
Kesulitan mengingat nama-nama
Kesulitan / lambat mengerjakan PR
Kesulitan memahami konsep waktu
Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
Kebingungan atas konsep alfabet dan symbol
Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
Kesulitan membedakan kanan kiri Pertanda disleksia pada anak usia sekolah dasar. Kesulitan dalam berbicara :
Salah pelafalan kata-kata yang panjang
Bicara tidak lancer
Menggunakan kata-kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi Kesulitan dalam membaca:
Sangat lambat kemajuannya dalam ketrampilan membaca
Sulit menguasai / membaca kata-kata baru
Kesulitan melafalkan kata-kata yang baru dikenal
Kesulitan membaca kata-kata ”kecil” seperti: di, pada, ke
Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan ganda
Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan
Kesulitan mengeja
Membaca sangat lambat dan melelahkan
Tulisan tangan berantakan
Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai bahasa kedua)
Riwayat adanya disleksia pada anggota keluarga lain. (Shaywitz. S. Overcoming dyslexia. Ney York: Alfred A Knopf, 2003:12-124)
4. Penyembuhan Disleksia
Penelitian retrospektif menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang menetap dan kronis. “Ketidak mampuannya” di masa anak yang nampak seperti “menghilang” atau “berkurang” di masa dewasa bukanlah kareana disleksia nya telah sembuh namun karena individu tersebut berhasil menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan yang diakibatkan oleh disleksia nya tersebut. Mengingat demikian “kompleks”nya keadaan disleksia ini, maka sangat disarankan bagi orang tua yang merasa anaknya menunjukkan tanda-tanda seperti tersebut di atas, agar segera membawa anaknya berkonsultsi kepada tenaga medis profesional yang kapabel di bidang tersebut. Karena semakin dini kelainan ini dikenali, semakin “mudah” pula intervensi yang dapat dilakukan, sehingga anak tidak terlanjur larut dalam kondisi yang lebih parah.
Bantuan yang dapat diberikan kepada penderita disleksia :
- Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
- Anak duduk di barisan paling depan di kelas
- Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
- Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
- Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.
- Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama misalnya ’b’ dengan ’d’. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat: ”g, c, o, d, a, s, q”, bentuk zig zag: ”k, v, x, z”, bentuk linear: ”j, t, l, u, y”, bentuk hampir serupa: ”r, n, m, h”.
- Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu tidak bijaksana untuk ”memaksakan” cara penyelesaian yang klasik jika cara terebut sukar diterima oleh sang anak.
- Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat ”perbedaan” yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan ”self-esteem” yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.
Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar.
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :
A. Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1). Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
2). Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
B. Factor ekstern (factor dari luar anak) meliputi ;
1). Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
2). Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.
SEJARAH
Sejarah kesulitan belajar dibagi menjadi empat fase oleh Wiederholt (1974) dan Lerner (1988).
1. Fase pertama (foundation phase) tahun 1800-1930, penelitian tentang otak oleh Paul Broca (1861), Hinshelwood (1917) dan Goldstein (1939), yang menjadi dasar para pakar untuk menghubungkan kesulitan belajar dengan fungsi dan disfungsi otak.
2. Fase kedua (transition phase) tahun 1930-1960, penyelidikan klinis pada anak kesulitan belajar untuk mencari cara dalam mengajar. Fernald (1943) dan McGinnis (1963) pelopor dalam membuat dasar bagaimana menangani anak-anak kesulitan belajar, yang dilanjutkan oleh Cruickshank, Barsch, Frostig, Kephart, Kirik dan Myklebust.
3. Fase ketiga (integration phase) tahun 1960-1980 meliputi perkembangan program untuk anak kesulitan belajar di sekolah dan ditemukan cara diagnostik medik, juga menentukan kemungkinan penyebab kesulitan belajar.
4. Fase keempat (contemporary phase) tahun 1980 sampai sekarang, Pengembangan upaya untuk penanganan kesulitan belajar pada anak sampai dewasa melalui komputerisasi mengingat meningkatnya usia yang mengalami kesulitan belajar.
Bagaimana sebaiknya orangtua menyikapi gangguan belajar pada anak? Dengan sikap dan cara yang tepat bukan mustahil potensi besar yang terpendam justru menjadi prestasi luar biasa:
Coba memahami keadaan anak
Jangan membandingkan anak tersebut dengan anak-anak lain. Sikap seperti itu akan membuat anak menjadi stres dan frustasi. “Sebenarnya anak sudah menyadari kekurangannya dan juga merasa sedih. Jadi sebaiknya orangtua menjadi motivator bagi si anak,”ujar Evita, psikolog dan dosen pendidikan.
Jangan terlalu menuntut anak
Orangtua layaknya manusia biasa yang menginginkan kesempurnaan. Namun, jangan terlalu menuntut dan bersikap tidak realistis kepada anak. Tuntutan ini kadang terlontar tanpa disadari, seperti ‘kamu kok malas’ atau ‘kamu harus berusaha lebih keras lagi karena kamu gagal mendapat nilai bagus’. Hati-hati kata-kata itu dapat mempengaruhi konsep diri anak.
Menyajikan tulisan dengan media lain
Beri kesempatan anak menulis dengan menggunakan media selain buku seperti komputer atau mesin ketik. Dengan menggunakan komputer anak bisa mengetahui kesalahannya dalam mengeja dengan menggunakan fasilitas korektor ejaan. “Orangtua juga dituntut untuk lebih kreatif lagi daam mengajari anak membaca, menulis dan berhitung,”ujar Evita.
Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian yang wajar bagi anak atas usahanya. Hindari untuk menyepelekan atau melecehkannya karena hal itu akan membuatnya rendah diri dan frustrasi. “Sebaiknya orangtua tidak mengatakan ‘payah kamu’ atau ‘oh kamu tidak bisa’ karena akan membuat anak malas mencoba belajar,”ujar Lody Paat, psikolog pendidikan luar biasa.
Latih anak untuk terus menulis
Pilih metode yang sesuai dengan tingkat kemampuannya ketika menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya. Bisa juga memintanya untuk membuat gambar di tiap paragraf.
Temukan potensi Anak
Jangan terpaku pada kekurangannya, berikan anak kesempatan untuk mengenal kemampuan lain selain membaca, menulis dan berhitung misalnya melukis, seni atau desain. Atau perluas pergaulannya sehingga anak mudah bersosialisasi. Hal ini juga dapat melatih kemampuan bahasanya.
Sesungguhya sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab Disleksia. Namun, sejumlah neurolog di AS berpendapat ini merupakan gangguan pada saraf atau otak, sama sekali bukan karena anak itu bodoh, idiot atau bahkan cacat jiwa seperti mayoritas pendapat orang. Walau tidak menjalani pengobatan khusus, penderita disleksia tidak akan selamanya menderita gangguan membaca dan menulis. Ketika pertumbuhan otak dan sel otaknya sudah sempurna, ia akan dapat mengatasinya. Tentu didukung dengan metode pelatihan yang tepat.
Sumber: Majalah Inspire Kids
DISLEKSIA
Disleksia atau reading disabilities adalah kelainan neurologis yang menyebabkan kemampuan membaca anak di bawah kemampuan yang semestinya, jika mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia, dan pendidikannya.
PENYEBAB:
1. Neurologis
Gangguan ini bukanlah suatu ketidakmampuan fisik, semisal kesulitan visual. Namun murni karena kelainan neurologis, yakni bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca oleh anak secara tidak tepat, terutama otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Selain itu, ada perkembangan yang tidak proporsional pada sistem magno-cellular, yang berhubungan dengan kemampuan melihat benda bergerak (moving images) yang menyebabkan ukurannya menjadi lebih kecil. Kondisi ini menyebabkan proses membaca jadi lebih sulit karena otak harus membaca dan memahami secara cepat huruf-huruf dan sejumlah kata yang berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh mata ketika mata men-scanning kata dan kalimat.
2. Keturunan
Menurut penelitian, 80% penderita disleksia mempunyai anggota keluarga dengan kesulitan belajar (learning disabilities) dan 60% di antaranya kidal (left-handedness).
3. Gangguan pendengaran sejak dini
Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya.
4. Kombinasi
Kombinasi dari berbagai faktor di atas menjadikan kondisi anak dengan gangguan disleksia kian serius atau parah, hingga perlu penanganan menyeluruh dan kontinu.
DISGRAFIA
Kelainan neurologis yang menyebabkan kemampuan menulis anak di bawah kemampuan yang semestinya, jika mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia dan pendidikannya. Kondisi ini bisa meliputi hambatan secara fisik, seperti tak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangan yang buruk.
PENYEBAB:
Seperti halnya disleksia, disgrafia juga disebabkan faktor neurologis, yakni adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak mengalami kesulitan dalam harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka. Kesulitan ini tak berkaitan dengan masalah kemampuan intelektual.
DISKALKULIA
Yaitu, ketidakmampuan kalkulasi secara matematis atau istilah lainnya, math difficulty. Bentuk kesulitan yang dialami anak adalah dalam berhitung (counting) dan mengalkulasi (calculating). Anak juga kesulitan mengonseptualkan atau memahami proses-proses matematis.
PENYEBAB:
1. Mempunyai kelemahan dalam proses visual (Visual Processing Weakness).
2. Masalah dalam hal mengurutkan (Problem Sequencing)
Anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat hal-hal detail.
3. Fobia matematika
Beberapa anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika membuatnya kehilangan rasa percaya diri dan akhirnya mengalami kesulitan dengan hal-hal yang mengandung unsur hitungan.